EVERYDAY STARTS AT THE MIDNIGHT

Saturday, January 28, 2012

DI HUJUNG PELANGI – CHAPTER #2


-Katarsis Evolusioner-



Saat itu aku melihat kepanikan pada setiap wajah orang yang tak ku kenal, aku sadar, betapa kita sangat takut di dunia ini, rapuh. Satu nafas dan denyut jantung, itulah kesamaan kita. Karena sekarang pandangku tak lagi samar, jalan dan langkahku tidak lagi terjal, aku bebas, sebebas merpati, hinggap dan pergi memacu lintasan semua aral. Sesekali ku tengok lagi tubuh picisan yang terbaring diantara seragam sederetan nisan, aaarghhhhh aku tidak lagi peduli… biarlah, aku sudah terlalu lama khianati kru antipati jiwaku. Hingga hari kuawali pada suaka dimensi dunia baru, semua nampak kasat disaat aku permanen bergerak dalam lamat. Pilu keluarga, saudara, dan kerabat, menjenguk dengan sengkarut upeti bunga pusara dan alunan sakramen mesin pahala. Kedamaian yang tak akan sirna hingga ujung senja. Saat ini ku hanya bisa pandangi pantulan binar disetiap tetesan air yang mengalir perlahan di mata, namun tak sedikitpun kutemui kehadiranku disapa. Masih sangat jelas kuingat hangat, sentuhan demi sentuhan kalian di saat kami berbagi hari-hari, dan kini, hanya taburan diatas remah aku bersemayam kalian sisakan hangatnya kedamaian. Di mataku kulihat fakta, walau banyak orang percaya kehidupan tak berakhir dengan kematian, namun kesedihan membuat kita haus akan sentuhan manusia.


Suara senyap pecah, di awal gelapnya hari, Aku terbangun kembali, untuk membangun lagi reruntuhan berangkal harapan, sekali lagi ku tambatkan rasa sukur mendalam untuk setiap kehampaan yang senyawa diatas semua dimensi ruang, aku panjatkan pada semesta pentasbihan kalam puputan. Sehingga semua makna yang kutemui hari ini lebih berarti, dan berjanji untuk rahim ibu yang melahirkan kombatan, Ku teriak lantang menantang pekat penebar horror di awal hari kutatap fana dunia. Jangan izinkan aku terlelap ibu, untuk setiap hasrat yang kumiliki hari ini, tanpa matahari dan rembulan di lengan kanan dan kiriku. Sesungguhnya suara itu tak bisa diredam, namun engkau tenangkan aku dengan air susumu agar tetap tenang di awal aku menziarahi hembusan demi hembusan nafasku.


Di barikade terepan aku tumbuh diantara tiga saudara, kombinasi indah untuk mengarungi lagi ganasnya ombak. Ibu, Adalah bagaimana kau ajarkan kami menari dan mengepalkan setiap jemari, aku memujimu tiada henti. Engkau konstruksi angan dan harapan, kau bangun ruang tubuh ideal untuk kami, kau memberikan semuanya. Hingga saat kesulitan-kesulitan yang mencoba menghampiri, kami akan selalu siap menjawabnya. Konstruksi ideal tubuhku tumbuh remaja, ku pancangkan angan-angan dan bernazar untuk menantang masalah, kutautkan tinggi cita-cita agar setiap detik kehidupanku lebih mempunyai arti dan berharga, karena aku sangat sadar dimana aku bisa istirahat dengan sangat tenang, dan tentu tempat itu bukan saat aku dan aku masih bisa menghirup segarnya udara, ya jelas..... di genggaman-Nya aku bisa istirahat. Jadi setiap momen terhidup dalam hidupku adalah berdiri dan menjelajahi setiap kemungkinan-kemungkinan sampai ajal menjeputku lagi.



17:23 28/01/2012 Malang Minggu

0 komentar:

Post a Comment