EVERYDAY STARTS AT THE MIDNIGHT

Saturday, July 16, 2011

AFTER LIFE


Oleh : Mukhlis Rifani

Seminggu ini aku sangat di manjakan dengan alunan lagu Barry Manilow – Cant Smile Without You, melejit naik daun. Entah, Homicide turun tangga dari top position, dan Eminem seminggu tidak mengalun. Tapi aku tidak menceritakan lagunya Barry, hanya saja saat aku menulis tulisan ini, hingga indikator volume memerah dia berdendang tiada henti. Seperti biasa, hari ini awal aku ngajar setelah 3 minggu liburan. Serasa berat melepas liburan kali ini, Happy so. Hingga sore aku pulang, ya… Seperti halnya hari-hari kemarin, ibu kos menawariku makan, dan aku tidak akan menolak. Ibu dari 3 orang anak ini melakukan peran keibuan dan pranata sosial yang cukup mengesankan. Disinilah aku mengawali tulisan di tengah kesibukan yang berkesinambungan. Berawal saat aku telah menghabiskan makan soreku, lagu ini masih saja menjadi hits di sela kunikmati sore dengan sebatang rokok.
Seorang wanita baya muncul dengan rantang (jawa : tempat makanan) di tangannya, santun, dan aku sangat mengenali keramahan itu dari wajahnya, so smily. Tanpa basa-basi ia masuk rumah, dan aku bisa menebak betapa familiernya keberadaan dia di keluarga ini. Kejadian ini hanya berlalu sesaat, begitu setelah dia melimpahkan dan berbagi berkah dan kebahagiaan langsung bergegas pulang. Pemandangan itu tidak mengalihkan diriku untuk tetap menjaga indah soreku. Masih segar ingatan wajah sesosok wanita tersebut, tanpa sadar ibu kos sejenak duduk di sampingku dan membuka dialog, dan tanpa aku duga adalah sebuah rahasia, dan sebenarnya aku bahkan tidak perlu mengetahuinya. Barry masih belum berhenti menyanyi, aku mulai menyimak dialog yang aku rasa menarik, indikator menghijau ku lirihkah lagu.
“Dia adalah yang pertama” ibu kosku lirih membuka percakapan,
“Oh iya bu…..!!?” aku menanggapinya dingin tanpa penasaran.
“Ya Om” begitu sapaan akrab beliau, dan beliau sudah menganggapku seperti putranya sendiri.
“Aku tidak sama sekali ada niatan merebut darinya” dia mencoba mengurai pernyataan awalnya. Nyanyian terhenti, Barry pun terdiam, sepenuhnya fokus pada keingintahuan kami yang sangat mendalam.
“ya bu saya mengerti” sambutku.
“Sampai saat ini juga, hubungan kami sangat baik, kebaikan itupun bercabang dengan anak-anakku” kata beliau. Aku menghela nafas, terkejut ku perbaiki posisi dudukku, agar lebih konsen kudengar kata-kata yang keluar dari hatinya.
“Kadang akhir yang baik membuat semuanya berjalan baik pula” ku coba meraba arah perbincangan kami dan tidak mencampuri lebih jauh,aku mulai meracau.
“Bahkan sampai sekarang, hajatan sekecil apapun, dia berbagi dan tak pernah lupa keluarga di sini” imbuhnya.
“Dia datang sebelum aku, tetapi selama setahun, namun belum dikaruniai seorangpun anak” beliau mencoba membela diri. mungkin, beliau ingin aku mengetahui tentang dirinya sebelum aku mengetahui dari orang lain. Aku tak pernah mengerti apa maksud beliau. Yang jelas hubungan harmonis antara kedua keluarga terbingkai manis. Perlahan beliau meninggalkanku dan seakan menyuruhku mengintepretasikan sendiri perbincangan singkat kami.
“No one can understand and communicate with himself like other themselves” Tak ada yang mempu memahami dan mampu berkomunikasi dengan diri sendiri sebaik orang itu sendiri. Sikap acuh ini ku singkirkan sedikit demi sedikit untuk mencoba membaca dan memahami orang-orang di sekitarku. But the question remains and stains me, what are all about? Alright….. I got another story to tell. Sebelum kuambil garis merah, aku akan mencoba menggambar alkisah dari seorang sahabat, dan ku mengenalnya cukup dekat, sampai saat ini syukurnya dia sudah menikah. Hanya, konon ada hubungan sebelum stat dia sampai saat ini, mereka mengawali jalinan hubungan antara keduanya indah, rajutan cinta menghiasi kedua anak muda yang dirudung asmara. Setiap epilog rajutan perjalanan, mereka rangkai dengan hiasan, materi cinta ala Samson dan Delilah atau Romeo dan Juliet, adalah sebuah proses bangun ruang untuk masa depan. Tunggu dulu! Awal yang berkilau belum berarti berakhir memukau, lebih gawat lagi, riwayat kasih rajutan asmara menyisakan puing nestapa, pupus harapan sirna, Sumpah serapah terucap lantang menganga “aku tidak akan memaafkanmu selamanya……!” “aku juga menyesal telah mengenalmu” begitulah baku tembak antar keduanya, itu hanya sepenggal percakapan antara mereka. Sampai saat inipun tak pernah ada lontar tanya walau cuma canda. Aku hanya bisa menyayangkan mengapa berakhir mengenaskan.
Sekarang ku akan mencoba menarik sebuah korelasi antara kedua kisah di atas! Apakah anda tahu apa yang saya khawatirkan sejak awal dari semua kisah-kisah yang ada???? Saya Cuma mengkhawatirkan sebuah akhir dari suatu cerita! Akhir cerita sangat mungkin berpengaruh pada kehidupan selanjutnya. Setiap hari kita dilahirkan, baik dan buruknya pasca kematian tergantung “akhir cerita” sebelumnya. Yeaaaaah …….. I think.

Hey Barry…..! lets keep the song swingin’ buddy
You know I can't smile without you
I can't smile without you
I can't laugh and I can't sing
I'm findin' it hard to do anything
……..
Wa la-l akhirotu khoiru-l-laka minal uula

20:25 13/07/2011 karangplaza malang

0 komentar:

Post a Comment