EVERYDAY STARTS AT THE MIDNIGHT

Wednesday, September 22, 2010

Semiotika budak dewa

dibalik gumpalan mega ku sudutkan pandangan,
merangkum cinderamata rekapitulasi rekening sangka,
perihal undang-undang dan fakta,
semiotika wacacana cakrawala yang terbentang di zahraku.
alunan kemalangan hingga bursa kegembiraan,
mendominasi setiap epilog kontruksi titah kerajaan risalah.
ku kosongkan cawan supaya dapat kupenuhi curiga dengan sabda,
ku pinang mimpi, agar seonggok harapan mengontrol sukma,
biar setiap badai dan prahara menjadi argumen komprehensi satu persepsi.
dan meng-evolusi petaka menjadi nirwana hingga level yang paling fatal.

sampai saat aku terangsang merekayasa indeks dan simbol-simbol.
di saat hati, akal dan otot berebut menjadi bahasa yang ku ucap,
oooooo kini hatiku lah yang membuat otakku tertawa.
di saat semua langkah hatiku berbicara dengan faham "kebetulan".
manakala "kebetulan" me-legitimasi nafas dan nyawa
adalah omong-kosong anggapan "hidup ini 90% kebetulan"
bahkan Hughuai dan Vandeta dalam pemikiran yang manunggal
kemalangan dan kepuasan akhirnya menemukan maknanya sendiri
memang kredo bodoh yang terpancang di batin
bak capres yang kupilih dan melengserkannya kembali
wadal dari minimnya filsafat.

jangan izinkan aku mati terlalu dini wahai gejolak api
dalam genangan ortodoksi ringkih yang ku puja,
yang dulu harus ku genggam potongan kebodohan
mengkafani serupa luka sayatan berlumur debu dan pasir sabak.
dan ku bunuh kematian saat hari-hari ku berbagi perih

perih serupa cakra Wisnhu memenggal kepala Kalaharu,
dan Tirta Amerta menyulut nadi kehidupan dalam kematian nya
mati dalam kehidupan,
tawa dalam keprihatinan

dan akhirnya! Kemungkinan terbesar sekarang,
memperbesar kemungkinan pada ruang ketidakmungkinan
Sehingga setiap orang yang kami temui tak menemukan lagi satupun
sudut kemungkinan untuk berkata tidak mungkin© (split with Balcony)
tanpa harus perih mengalir dan menemukan maknanya sendiri

prigen village (timoer);
sep 22,

0 komentar:

Post a Comment