Awal perjalanan ke Pantai Sipelot, kami berlima sudah di sambut dengan pemandangan indah. celah lobang pada rekahan awan di manfaatkan dengan baik oleh sinar matahari, untuk memanjakan mata. sebelum sampai di pantai, kami melepas lelah setelah hampir 3,5jam perjalanan dari kota Malang, dengan pemandangan dari atas yang cukup indah, sudah cukup untuk menambah energi yang hampir punah.
Bermanja-manja dengan alam semakin sering kami lakukan, belum juga beberapa menit, kami sudah berhenti untuk kesekian kalinya, dengan durian yang kami beli dari warga sekitar, seakan terhipnotis untuk setiap pemandangan yang mereka tawarkan, rasa ingin segera mendengarkan alunan metronome dari deburan ombak sipelot, tertunda untuk kesekian kalinya. mata kami kembali tertuju pada pantai dari kejauhan dan ketinggian bukit, tentu saja dengan sebatang rokok dan beberapa durian yang kami nikmati.
Perjalanan akhir: jalanan hampir sempurna, namun inilah titik dimana kuda-kuda kami harus bekerja lebih keras untuk memberikan perlawanan yang maksimal pada aspal yang semakin banyak lobang dan bergelombang. perjalanan panjang, melelahkan, dan terjalnya jalanan membuat kami lebih lihai dalam memacu dan mengendalikan kendaraan, yaaaaah...... memang ombak yang tangguhlah yang membuat nahkoda hebat. Pepohonan; yang kebanyakan kelapa sedikit pohon durian tersapu laju kendaraan, tanpa kami sadari, roda-roda kami terhenti di kampung terakhir. Sebelum kami benar-benar di alam, kami sempatkan untuk mengisi perut kami dengan nasi goreng yang di jual di emperan jalan, dengan pemandangan gereja tua, kami menikmati suap demi suap hidangan hangat itu.
Cuaca yang hampir selalu membuat keringat tercucur keluar, aroma pantai, dan suara khas ombak, hampir sudah dapat kami rasakan. Hingga saat yang di nanti pun datang, kami sejenak terdiam, tanpa kata, setelah kami melihat hamparan lautan, kami berenggan melepas lelah. Di tepi pantai, perlahan kaki kami langkahkan hingga hampir menyentuh lambaian demi lambaian ombak yang mencoba berjabat. hingga akhirnya kami terbius dan hanya suara burung dan deburan ombak meyakinkan kami: berucap selamat, bersapa.
Langit nampak berjelaga kelam, hitamnya membuat kami menyalakan senter dan apapun untuk menggugah kesadaran. Ingin kami bercengkerama lama terbasahkan, namun rasa lelah tetap saja merambah setiap bisep, ekor dan mata yang mulai menawarkan hasrat pembangkangan, kami menyerah terkalahkan. Tenda berdiri kokoh di bawah rindang pohon. Malam ini: adalah tentang bagaimana menyamankan posisi. Dengan kopi dan rokok, kami bercanda membabi buta, gelak tawa memecah hening malam, bersambut tawa akrab kami dengan lautan, hangat kami rasakan. Ejekan, sindiran demi sindiran terarah kepada kami; tiadakah engkau lupa, Akulah ibumu.
Konstelasi berwarna campur, menjadikan malam ini terpanjangkan. Sinar abadi itu menemani kami, hingga lelap merajai, ooooh betapa indahnya dunia bertiwikrama di bawah sinarmu terjagai. Dan cinta berlabuh setelah melewati sederetan obrolan antara kami pengagung kebebasan dan arsitek tanah dan angkasa.
Tak mau berlama-lama dalam ketidak-sadaran, kami kembali bercengkrama. kami melihat keharmonisan lautan dan nelayan adalah representasi harmoni di indah hegemoni, berbagi aman. keceriaan itu lama terjalin, bukti nyata timbal berbalik antara keduanya. Kekangenan antara alam dan kami pun mengajak kami pada percakapan dan perjalanan panjang kami mengeksplorasi secara detail.
Sambutan alam yang hangat sangat berharap pada kedatangan kami untuk kedua dan seterusnya, aku dan teman-teman akan selalu berjanji pada horizon, untuk berkunjung berbagi. Tak lama, kami berkemas dan untuk terakhir kali menjamah ujung lambaian tanganmu mendebur berjanji. Selamat tinggal Ibu, sampai jumpa lagi Sipelot
ruang hampa
Monday, February 11, 2013
Monday, November 12, 2012
Senja
senja hendak segera berlalu
dengan disiplin berangkat dan tamat
seorang dara menyusun langkah mungil
mengais rekahan ilusi dan distopia
dan ia menganyamnya di sisa cahaya
sebelum dunia di sesaki jelaga
ia yang menolak menjadi budak takdir
tampak lelah dalam pura-pura bersandiwara
untuk setiap fakta yang diklaim tuhan dan setan
ia mulai mengabsen setiap usaha yang sia-sia
buat apa berjuang dalam hidup?
jika nanti berakhir dengan wajah yang sama
pasca senja,
berteman bulan dan gelap malam
ia simpan setiap kegundahan dan
ceriterakan peliknya hidup dalam mimpi
tak pernah berharap esok kan datang
dan membiarkan mimpi masih berlanjut
karlos
15:09 12/11/2012
Thursday, October 25, 2012
Mt. Penanggungan
-The Land of My Father-
Mount Penanggungan is not of a volcano mountain, located immediately on the north side of Arjuno-Welirang volcanic mountain in East Java province, Java island. Several sanctuaries, and sacred places are located on Penanggungan mountain. I can say this mountain is dry, because when I went there with fiends of mine, we couldn’t find any spring but in Jolotundo, there’s a bathing places. This site is connected with a historical figure of Mpu Sendok. We suggest you to bring your own water to supply your necessities on the peak of this mountain, for cooking or thirst your thirsty, you must be need much water to bring with you, the heat of sun burn you from the beginning of the morning.
Hiking on mount Penanggungan is not easy, you need more energy to reach the top of the mountain, it’s not the same as the other mountain commonly, rocky ground area is found on your way tracking this mountain when it’s nearby its peak, an extra energy needed. But we didn’t take it longer time to reach on it, because we know, it is smaller than her neighbor Mt. Arjuno-Welirang or any other mountain. It about four hours summit, no rush.
We as a team have specific purpose to get there, first we are all already know, the landscape upper is much more wonderful to enjoy the stars, the city lights, and the sun gradually rises up. With a cup of coffee, can you imagine where you at that time, fantastic, This what we looking for. Secondly, we were taking some pictures, and find different landscape to capture, this is the main purpose. With the DSLR camera but uuh it’s not recommended, digital pocket camera is quite enough to capture the beauty of nature.
Guys, you can climb to reach the top from several point of departure, a full day’s climbing, but it’s paid with a dozen interesting location, the wild and the landscape, for sure.
Mount Penanggungan is not of a volcano mountain, located immediately on the north side of Arjuno-Welirang volcanic mountain in East Java province, Java island. Several sanctuaries, and sacred places are located on Penanggungan mountain. I can say this mountain is dry, because when I went there with fiends of mine, we couldn’t find any spring but in Jolotundo, there’s a bathing places. This site is connected with a historical figure of Mpu Sendok. We suggest you to bring your own water to supply your necessities on the peak of this mountain, for cooking or thirst your thirsty, you must be need much water to bring with you, the heat of sun burn you from the beginning of the morning.
Hiking on mount Penanggungan is not easy, you need more energy to reach the top of the mountain, it’s not the same as the other mountain commonly, rocky ground area is found on your way tracking this mountain when it’s nearby its peak, an extra energy needed. But we didn’t take it longer time to reach on it, because we know, it is smaller than her neighbor Mt. Arjuno-Welirang or any other mountain. It about four hours summit, no rush.
We as a team have specific purpose to get there, first we are all already know, the landscape upper is much more wonderful to enjoy the stars, the city lights, and the sun gradually rises up. With a cup of coffee, can you imagine where you at that time, fantastic, This what we looking for. Secondly, we were taking some pictures, and find different landscape to capture, this is the main purpose. With the DSLR camera but uuh it’s not recommended, digital pocket camera is quite enough to capture the beauty of nature.
Guys, you can climb to reach the top from several point of departure, a full day’s climbing, but it’s paid with a dozen interesting location, the wild and the landscape, for sure.
Tuesday, September 25, 2012
Biggest Gang
Jika kalian tak pernah bermasalah dengan polisi, ada dua kemungkinan: kalian tak pernah hidup di Indonesia atau kalian bagian dari mereka dan diuntungkan oleh eksistensi mereka. Dude, lets face it. Saking sebalnya kita pada mereka, kadang kita lupa jika mereka juga manusia. Apa mau dikata, menjadi bagian dari mata rantai komando kekuasaan lah pada akhirnya mereka seringkali tidak manusiawi. Mulai dari tameng keserakahan dan pemuas nafsu individu untuk memiliki kekuasaan hingga perpanjangan tangan para elit sekaligus pelindung kekuasaan institusional bernama negara dan korporasi. Sekeras apapun usaha Briptu Norman mencoba merubah citra kepolisian dengan joget India nya, nampaknya tak akan pernah menghapus kemangkelan dari sejarah kekerasan dan kebrengsekan aparat yang intoleran, dan jika saya list disini, daftarnya akan lebih panjang dari daftar file yang terinfeksi virus Ramnit brengsek yang menyerang PC saya sekarang.
Atas nama acara-acara yang mereka bubarkan dan larang atas alasan absurd, para korban palak di jalan dan korupsi kekuasaan bertamengkan lencana mereka dari zaman ke zaman (termasuk korupsi narkotika!), para korban kebrutalan mereka di aksi-aksi demonstrasi dari jaman Harto hingga Beye, para korban kejahatan korporasi dan mafia yang mereka back-up, para korban kekerasan horizontal, premanisme yang mereka biarkan: lets bang these tunes with no remorse!
“Cos you were put here to protect us, But who protects us from you?”- KRS One
Thursday, September 13, 2012
Nyanyian Pinus
Masih terngiang semilir angin yang dibisikkan oleh pucuk-pucuk pinus
Membaur bersama lantunan tembang-tembang syahdu
Menghilangkan beku yang siap menghunus
Dan kamulah alasan hatiku selalu berdebar merdu
Rintik kecil hujan mulai turun menari-nari
Menyikap kabut tebal yang menyelimuti gunung semeru
Aku dan kamu masih tegak berdiri
Berlari berputar bersama edelweis yang menyeru
Tak pernah kulupakan saat-saat bersamamu
Duduk manis di depan perapian
Menikmati cahaya bulan yang menyorot mata oasemu
Memperhatikanmu yang salah tingkah dan gelagapan
Aku rindu caramu mencuri-curi pandang
Aku rindu racikan-racikan guyonan yang kau percikkan
Aku rindu pada pucuk-pucuk pinus yang menjadi teduh kita
: Merindukan Eksotisnya Ranu Kumbolo
Saturday, January 28, 2012
DI HUJUNG PELANGI – CHAPTER #2
-Katarsis Evolusioner-
Saat itu aku melihat kepanikan pada setiap wajah orang yang tak ku kenal, aku sadar, betapa kita sangat takut di dunia ini, rapuh. Satu nafas dan denyut jantung, itulah kesamaan kita. Karena sekarang pandangku tak lagi samar, jalan dan langkahku tidak lagi terjal, aku bebas, sebebas merpati, hinggap dan pergi memacu lintasan semua aral. Sesekali ku tengok lagi tubuh picisan yang terbaring diantara seragam sederetan nisan, aaarghhhhh aku tidak lagi peduli… biarlah, aku sudah terlalu lama khianati kru antipati jiwaku. Hingga hari kuawali pada suaka dimensi dunia baru, semua nampak kasat disaat aku permanen bergerak dalam lamat. Pilu keluarga, saudara, dan kerabat, menjenguk dengan sengkarut upeti bunga pusara dan alunan sakramen mesin pahala. Kedamaian yang tak akan sirna hingga ujung senja. Saat ini ku hanya bisa pandangi pantulan binar disetiap tetesan air yang mengalir perlahan di mata, namun tak sedikitpun kutemui kehadiranku disapa. Masih sangat jelas kuingat hangat, sentuhan demi sentuhan kalian di saat kami berbagi hari-hari, dan kini, hanya taburan diatas remah aku bersemayam kalian sisakan hangatnya kedamaian. Di mataku kulihat fakta, walau banyak orang percaya kehidupan tak berakhir dengan kematian, namun kesedihan membuat kita haus akan sentuhan manusia.
Suara senyap pecah, di awal gelapnya hari, Aku terbangun kembali, untuk membangun lagi reruntuhan berangkal harapan, sekali lagi ku tambatkan rasa sukur mendalam untuk setiap kehampaan yang senyawa diatas semua dimensi ruang, aku panjatkan pada semesta pentasbihan kalam puputan. Sehingga semua makna yang kutemui hari ini lebih berarti, dan berjanji untuk rahim ibu yang melahirkan kombatan, Ku teriak lantang menantang pekat penebar horror di awal hari kutatap fana dunia. Jangan izinkan aku terlelap ibu, untuk setiap hasrat yang kumiliki hari ini, tanpa matahari dan rembulan di lengan kanan dan kiriku. Sesungguhnya suara itu tak bisa diredam, namun engkau tenangkan aku dengan air susumu agar tetap tenang di awal aku menziarahi hembusan demi hembusan nafasku.
Di barikade terepan aku tumbuh diantara tiga saudara, kombinasi indah untuk mengarungi lagi ganasnya ombak. Ibu, Adalah bagaimana kau ajarkan kami menari dan mengepalkan setiap jemari, aku memujimu tiada henti. Engkau konstruksi angan dan harapan, kau bangun ruang tubuh ideal untuk kami, kau memberikan semuanya. Hingga saat kesulitan-kesulitan yang mencoba menghampiri, kami akan selalu siap menjawabnya. Konstruksi ideal tubuhku tumbuh remaja, ku pancangkan angan-angan dan bernazar untuk menantang masalah, kutautkan tinggi cita-cita agar setiap detik kehidupanku lebih mempunyai arti dan berharga, karena aku sangat sadar dimana aku bisa istirahat dengan sangat tenang, dan tentu tempat itu bukan saat aku dan aku masih bisa menghirup segarnya udara, ya jelas..... di genggaman-Nya aku bisa istirahat. Jadi setiap momen terhidup dalam hidupku adalah berdiri dan menjelajahi setiap kemungkinan-kemungkinan sampai ajal menjeputku lagi.
17:23 28/01/2012 Malang Minggu
Subscribe to:
Posts (Atom)